6 Des 2011

ZAMAN HEIHAN 平安時代

Jaman Heian 平安 (794-1192) merupakan salah satu periode yang luar biasa dalam sejarah Jepang. Kebudayaan Jepang berkembang amat sangat pesat pada Jaman Heian ini; seolah pemekaran budaya hanya akan terjadi lagi selama masa kejayaan Tokugawa (Jaman Edo). Untuk alasan inilah, Periode Heian dan Nara (710-794) disebut sebagai “Jepang Klasik”.
Jaman Nara ditandai dengan adanya perebutan tahta dan klan-klan akan mengontrol tahta. Untuk menghentikan kerusuhan ini, pada tahun 794, ibukota dipindah ke Heian-Kyo (Kota yang damai dan aman), atau yang sekarang kita kenal sebagai Kyoto. Perebutan kekuasaan pun berhenti, namun tidak serta-merta berarti bahwa Jepang langsung berada di bawah satu pemerintahan pusat. Yang terjadi adalah penyatuan beberapa kekuasaan berada di bawah satu keluarga saja, yaitu Fujiwara, yang mengatur kekuatan mereka secara manipulasi dan beubah-ubah haluan serta penuh pertentangan selama 3 abad.
Orang-orang Jepang pada masa Heian mengembangkan kebudayaan Cina yang membentuk kebudayaan kehidupan imperial Jepang sampai berada di titik itu secara independen. Pertama, mereka mengembangkan sistem penulisan, kerena tulisan Cina telah diadopsi ke dalam banyak bahasa. Kemudian, mereka mengembangkan kebudayaan dengan nilai dan konsep ke-Jepang-an yang unik daripada mengambilnya secara mentah-mentah dari kebudayaan Cina, nilai-nilai seperti miyabi (kesopanan), makoto (kesederhanaan), aware (kesensitifan atau penderitaan). Kebudayaan ini berkembang meluas sedikit demi sedikit di kalangan perempuan dan menyentuh puncaknya saat munculnya buku yang menjadi literatur terhebat Jepang, Genji Monogatari (Kisah Genji) yang ditulis oleh Murasaki Shikibu.
Pemerintah Heian menegaskan menginginkan perbaikan terhadap Jaman Yamato dan Nara. Pemimpin hirarki teratas jaman ini adalah Tenno. Kaisar memeluk dua agama, yaitu Confusianisme dan Shinto. Ia memerintah atas dasar mendat dari surga dan atas keturunan yang sah dari Dewa Matahari Shinto, Amaterasu. Karena itulah, garis pemerintahan dalam sejarah Jepang berlangsung turun-temurun sejak jaman Yamato.
Pemerintahan hirarki di bawah kekaisaran dibangun seperti pemerintahan Cina. Jepang mengadopsi tata pemerintahan dewan negara dari dinasti T’ang, yang memegang kekuatan utama di Jepang. Klan yang terkuat bersaing untuk mendapatkan jabatan sebagai dewan negara, karena dengan kedudukannya mereka dapat mengontrol kaisar dan keseluruhan pemerintahan. Seperti pemerintahan di dinasti T’ang, terdapat beberapa menteri (sekitar 6-8 orang). Walaupun begitu, ditemukan pula perbedaan antara pemerintahan dinasti T’ang Cina dan Heian Jepang. Cina adalah Negara dengan penduduk sekitar 65 juta jiwa, sementara Jepang hanya seperti persekutuan yang longgar yang terdiri dari sekitar 5 juta orang. Cina hidup dengan cenderung makmur, dan kota T’ang dimiliki dan dikembangkan sebagai kota dan sebuah kebudayaan industri. Sementara Jepang, masih terbelakang saat ibukota masih berada di Heian-Kyo. Pertalian antar uji masih renggang dan daerah terpencil masih berada di bawah pemerintahan otonomi. Hasil pemerintahan istana masih sangat sederhana: kebanyakan istana pada masa ini melakukan pemerintahannya sendiri-sendiri. Terdapat 6000 orang pegawai pemerintahan istana; 4000 orang mengatur rumah-tangga kerajaan. Jadi istana utama Heian tidak terlibat secara langsung dalam keseharian pemerintahan provinsi, yang berjumlah 66.

Di Jaman Nara dan Jaman Heian, pemimpin regional (provinsi) ditempati oleh gubernur yang disetujui oleh kerajaan. Hal ini merupakan penurunan aristokrasi tradisional; namun bagaimana pun tidak berarti pemerintah Heian melakukan kontrol terhadap para gubernur yang memerintah wilayahnya dengan otonomi kuat atau pun lemah.
Jaman Heian, ditandai dengan kestabilan. Terdapat pertikaian kecil atau ketidaksetujuan di kalangan pemerintahnya sendiri, atau antara pemerintah dan gubernur provinsi. Satu-satunya hal yang akan menjadi masalah adalah konflik antara uji yang berlomba-lomba untuk mendapatkan territorial lebih atau mempengaruhi pemerintahan.

Keadaan Jaman
Untuk membangun kembali pemerintahan Ritsuryō yang kacau, kaisar Kanmu memindahkan ibukota ke Heian-kyō (sekarang Kyōto) pada tahun 794 M. Pada zaman ini, tanah pribadi yang bebas pajak (shōen) semakin bertambah. Para petani kecil melepaskan hak untuk membayar pajak kepada negara dan menyerahkannya kepada bangsawan terkemuka. Kemudian bangsawan tersebut dianggap majikannya dan petani tersebut menggarap tanah majikannya. Pajak yang seharusnya diberikan kepada negara malah masuk ke bangsawan penguasa shōen. Akibatnya penghasilan negara makin berkurang dan golongan bangsawan semakin makmur.
Keluarga Fujiwara yang memiliki shōen sangat banyak pun menjadi kaum penguasa (kizoku) yang paling berkuasa. Kekuasaan Fujiwara pun mulai menjalar ke istana. Hal itu terjadi setelah Fujiwara Yoshifusa diangkat menjadi Sesshō (penasehat bagi kaisar yang belum dewasa) bagi kaisar Seiwa pada tahun 858 M. Kemudian Fujiwara Mototsune menjadi orang pertama yang menjadi Kanpaku (penasehat bagi kaisar yang telah dewasa). Puncaknya terjadi pada masa Fujiwara Michinaga. Pada masa itu kebudayaan golongan aristokrasi telah mencapai kemakmurannya dan kekayaan Fujiwara melebihi kekayaan kaisar.
Saat keluarga Fujiwara hidup mewah di ibukota, kaum militer meluaskan kekuasaannya di daerah. Kaum militer membentuk kelompok militer dengan kaum bangsawan yang berkuasa. Dua kekuatan militer yang paling besar adalah keluarga Minamoto (Genji) dan keluarga Taira (Heishi). Keluarga Minamoto memegang kekuasaan di daerah timur, sementara Keluarga Taira memegang kekuasaan di barat. Pada pertengahan abad ke-11, kekuatan Fujiwara yang ditaktor melemah. Tennō Shirakawa yang meskipun telah turun tahta tapi tetap masih memerintah (Jōko) memegang kekuasaan tunggal pemerintahan dan meneruskan pemerintahan dari istana yang disebut In, sehingga pemerintahannya disebut sebagai pemerintahan Insei. Karena ia memegang hegemoni politik (kekuasaan tunggal pemerintahan), maka Sessho, Kanpaku dan Tenno-pun keberadaannya hanya tinggal nama belaka.
Setelah itu terjadi pertentangan antara Jōko dengan Tennō. Masing-masing bersekutu dengan dua kaum militer terkuat yaitu keluarga Taira dan Minamoto yang kemudian berperang di ibukota. Peperangan ini disebut peperangan Hogen dan Heiji. Mulai saat itulah kelompok militer bergerak menuju ke pusat.

Taira no Kimoyori memegang hegemoni politik setelah mengalahkan pihak Jōko dan keluarga Minamoto (Genji) dalam peperangan Hogen dan Heiji, dan menggantikan keluarga Fujiwara dan Jōko. Kiyomori pada tahun 1167 menjadi Dashodaijin (penguasa utama), dan karena itulah seluruh keluarga besarnya pun mencapai posisi tinggi di pemerintahan. Kemudian ia memperbaiki pelabuhan Hyogo ( Kobe ) dan melakukan perdagangan dengan Cina (dinasti Sung) serta mendapatkan keuntungan yang besar. Selain itu keluarga Taira (Heishi) menjadikan banyak tanah sebagai miliknya, hingga begitu besar kekuatan yang dimilikinya, sampai-sampai Taira no Kiyomori menyatakan, kalau seseorang tidak termasuk keluarga Taira (Heishi), maka ia bukanlah manusia. (Heishi ni arazumba hito ni arazu ).
Kaisar Go-Shirakawa yang merasa tidak puas dengan cara-cara keluarga Taira (Heishi) memanggil keluarga Minamoto (Genji) yang setelah dikalahkan dalam perang Hogen dan Heiji melarikan diri ke daerah (tahun 1180), dan membuat mereka memulai pertempuran kembali dengan keluarga Heishi.
Minamoto Yoritomo, Minamoto Yoshitsune (adik) beserta Kisoyoshinaka (sepupu) dan kawan-kawan menyerang keluarga Heishi di seluruh negeri. Pada tahun 1185, seluruh keluarga besar Heishi dikalahkan oleh tentara Yoshitsune di Dan no Ura (Shimonoseki-Shi, Yamaguchi-Ken) hingga seluruhnya binasa. Pertempuran ini disebut Dan no Ura no tatakai (pertempuran Dan no Ura). Hal ini mengakibatkan kekuasaan berpindah ke tangan Minamoto. Minamoto no Yoritomo meminta persetujuan kepada kaisar supaya di angkat menjadi Shogun (jendral) oleh karena itulah maka sistem keshogunan dikenal di Jepang hingga zaman Edo (1868). Shogun adalah pemegang kekuasaan Pemerintahan dari kalangan militer. Kehogunan ini diwariskan turun-temurun, tetapi di Jepang sudah sempat 3 keluarga yang menjadi shogun, yaitu keluarga Minamoto dengan pusat di Kamakura, sehingga zamannya disebut dengan zaman Kamakura. Kemudian keluarga Taira atau disebut juga Heishi, pusat pemerintahannya adalah di Muromachi, sehingga zamannya disebut dengan zaman Muromachi (1333-1568). Kemudian keluarga Tokugawa memusatkan pemerintahannya di Edo atau Tokyo (1603-1867). Selama pemerintahan dipegang oleh keluarga keshogunan tersebut, bentuk pemerintahannya disebut dengan sistim feodal (Hokenseido) Oleh karena itu kebudayaan pada masa itu adalah kebudayaan feodal. Inti dari sistem feodal tersebut adalah pengelolaan tanah oleh petani dimana para tuan tanah menggunakan tenaga Bushi (Samurai) sebagai alat pemaksa untuk pembayaran pajak tertinggi.

Kebudayaan
Memasuki jaman Heian, kaum bangsawan masih menikmati kebudayaan ala Cina (Tofu), tetapi memasuki akhir abad ke-9, karena dinasti Tang mulai goyah, atas usul dari Sugawara no Michinaze, pengiriman utusan resmi ke Cina pun dihentikan. Karena pengaruh dari daratan Cina semakin berkurang, maka munculah kebudayaan baru khas Jepang (Kokufū bunka).

Sastra
Di bidang sastra lahirlah tulisan Hiragana dan Katakana untuk menggantikan Manyōgana (kanji yang dibaca dalam bunyi bahasa Jepang). Huruf yang lahir pertama kali adalah Katakana. Katakana diciptakan oleh Kibinomakibi. Pada saat itu Katakana hanya digunakan oleh laki-laki. Kemudian lahirlah Hiragana yang diciptakan oleh Kobodaishi. Pada saat itu Hiragana hanya digunakan oleh wanita. Karya-karya sastra yang berkembang pada zaman ini
adalah Waka. Atas perintah tenno yang disebut Chokusen, dibuatlah kumpulan Waka yang disebut Kokinwakashū. Selain itu, berkembang pula Nikki (catatan harian), Zuihitsu (essay), dan Monogatari (cerita/dongeng). Yang paling terkenal saat itu adalah Genji monogatari karangan Murasaki Shikibu yang menceritakan kehidupan di kalangan istana. Ada juga Makuranosōshi karya Seishōnagon. Terdapat pula cerita seperti Putri Kaguya dan Hikayat Ise. Juga lagu kebangsaan Jepang, Kimi ga yo pun diciptakan pada jaman ini. Beberapa nama pembuat puisi terkenal dari jaman ini antara lain: Ariwara no Narihira, Ono no Komachi, Izumi Shikibu, Murasaki Shikibu, Saigyou, dan Fujiwara no Teika. Puisi Jepang yang terkenal di jaman ini disebut dengan iroha, yang bersifat anonim. Bahasa pun mengalami perkembangan. Pada zaman ini dipakai bahasa Jepang klasik (Chūko nihongo 中古日本語) yang merupakan perkembangan dari bahasa Jepang kuno (Jōdai nihongo上代日本語).
Dari segi industri, kertas berkembang sangat pesat. Pabrik kertas didirikan dan teknik membuat kertas semakin berkembang. Pada zaman Heian, bahan-bahan untuk pembuatan kertas dicatat dalam buku Engishiki (protokol istana era Engi). Bahkan, Literatur klasik Genji Monogatari membanggakan teknik pembuatan kertas di Jepang yang dikatakan sudah menghasilkan kertas berkualitas lebih baik daripada kertas dari Dinasti Tang.

Agama
Pendeta Saicho (juga disebut Denkyo Daishi) dan Kukai (disebut juga Bodaishi) menyeberang ke Cina dan kembali ke Jepang setelah mempelajari agama Budha. Kemudian mengkritik agama Budha yang sampai saat itu berkaitan erat dengan pemerintahan. Mereka mendirikan kuil di atas gunung yang letaknya jauh dan terpisah dari ibukota, dan menciptakan aliran Tendai di gunung Hiei dan ada pula aliran Shingon (oleh Kukai, di gunung Koya). Pembaharuan agama Budha ini pun meluas di antara istana dan kaum bangsawan.
Pada pertengahan abad ke-10 agama Sho (Shodokyu) meluas di kalangan kaum bangsawan dan rakyat biasa. Ajaran ini mengajarkan bahwa siapapun yang meminta kepada Budha Amitaba untuk menyelamatkan jiwanya, dapat pergi ke nirwana setelah ia mati. Kepercayaan pada Shodokyu banyak diminati oleh orang-orang yang gelisah karena meluasnya pemikiran tentang akhir jaman pada masa itu.
Pakaian
Selama Jaman Heian, kecantikan dianggap secara luas, sebagai sesuatu yang penting dan membuat seseorang terlihat ‘baik’. Di bidang kosmetik, laki-laki dan perempuan yang bekerja di bidang pemerintahan, menggunakan bedak, dan menghitamkan gigi mereka (ohaguro). Laki-laki istana biasanya memelihara kumis dan sedikit jenggot model goatee, sementara mulut perempuan dibuat terlihat kecil dan berwarna merah, dan alis mereka dicukur dan dilukis ulang dengan posisi yang lebih tinggi di kening. Perempuan membudayakan rambut yang bercahaya dan berwarna hitam, dan perempuan kerajaan menggunakan pakaian formal yang disebut Jyunihitoe (kimono berlapis 12). Kostum dipilih berdasarkan jabatan dan musim. Kimono perempuan menggunakan sistem kombinasi warna yang melambangkan bunga dan tanaman yang spesifik yang ada di suatu musim atau bulan, contohnya irome dan kasane no irome. Sementara, pakaian formal untuk kaum pria terdiri dari baju dan penutup kepala (ikan, sokutai). Pada umumnya, perempuan yang belum menikah mengenakan hakama warna gelap. Sementara, perempuan yang sudah menikah mengenakan hakama dengan warna-warna cerah, umumnya merah.

Samurai
Pemerintahan Heian menetapkan sebuah sistem militer yang berdasarkan milisi local yang terdiri dari penunggang kuda. Tentara-tentara professional ini tersebar di seluruh negeri dan memberikan kesetiaan mereka pada kaisar. Mereka disebut samurai. Sebuah perubahan penting terjadi di tengah jaman Heian. Semula, samurai melayani kaisar, mereka berangsur-angsur menjadi prajurit perorangan untuk aristokrasi lokal. Sejak jaman pertengahan Heian hingga ke depan, selama kira-kira 1000 tahun, militer Jepang akan terdiri dari tentara profesional yang kebanyakan dari mereka memberikan kesetiaannya pada aristokrasi lokal dan pimpinan perang. Pada awalnya, samurai bukanlah bangsawan atau tentara akulturasi dari bushido Jepang atau “jalan kesatria”. Bushido adalah temuan dari jaman Tokugawa (1601-1868) ketika samurai tidak memiliki pekerjaan akibat Tokugawa memerintah secara damai. Samurai di awal dan pertengahan Jepang adalah gambaran dari masyarakat kelas bawah. Mereka sumber penghasilan utama mereka adalah bertani; fungsi utama mereka menjadi samurai hanyalah untuk membunuh samurai musuh. Pada umumnya mereka buta huruf dan bertahan di bawah tekanan kaum ningrat.

Kejadian Penting:
• 784: Kaisar Kammu memindahkan ibukota ke Nagaoka-kyō (Kyōto)
• 794: Emperor Kammu memindahkan ibukota ke Heian-kyō (Kyōto)
• 804: Pendeta Budha, Saichō (Dengyo Daishi) mengenalkan sekolah Tendai
• 806: Pendeta Kūkai (Kōbō-Daishi) mengenalkan sekolah Shingon
• 819: Kūkai membangun biara Mount Kōya, di tenggara Perfektur Wakayama
• 990: Sei Shōnagon menulis esai Buku Bantal
• 1000-1008: Murasaki Shikibu menulis novel Genji monogatari
• 1050: Berkembangnya kelas militer (samurai)
• 1053: Kuil Byoudo (dekat Kyōto) diresmikan oleh kaisar Fujiwara Yorimichi
• 1087: Kaisar Shirakawa mengabdi dan menjadi pendeta Budha, serta menjadi kaisar pertama yang hidup menyendiri (insei)
• 1156: Taira Kiyomori mengalahkan klan Minamoto dan meningkatkan kekuatan mereka, dengan demikian mengakhiri era "insei"
• 1180 (Juni): Emperor Antoku memindah ibukota ke Fukuhara-kyō (Kobe)
• 1180 (November): Emperor Antoku memindah ibukota ke Heian-kyō (Kyōto)
• 1185: Taira dikalahkan dalam Perang Gempei dan Minamoto Yoritomo dengan bantuan (backing) klan Hōjō meningkatkan kekuatan, menjadi shogun pertama di Jepang, sementara kaisar (atau "mikado") hanya tinggal namanya.
• 1191: Rinzai Zen Buddhism dikenalkan di Jepang oleh pendeta Eisai dari Kamakura dan menjadi terkenal di kalangan samurai, kelas pemimpin di masyarakat Jepang.

Sumber: http://bloodyredemption.blogspot.com/2011/04/zaman-heian.html

1 komentar: